A. PENDAHULUAN
Dalam upaya peningkatan penerimaan negara,pemerintah mencanang kebijakan reformasi dibidang perpajakan dengan memberikan Tax Amnesty (pengampuan pajak) bagi para wajib pajak.Negara kita mengalami banyak masalah dibidang perpajakan misalnya seperti rendahnya kepatuhan untuk membayar pajak, lemahnya sistem perpajakan.
Tujuan dibuat kebijakan Tax Amnesty termuat dalam Pasal ayat (2) Huruf a adalah untuk mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga dan peningkatan investasi.[1]
Dibeberapa Negara juga mengalami hal serupa, dan melakukan program tax amnesty seperti India (1997), Irlandia (1988), Italia (1982, 2984,2001/2002) adalah contoh beberapa Negara yang berhasil melakukan kebijakan Tax Amnesty.
Pemerintahan bersiap menerapkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) pada Juli 2016. Saat kebijakan ini berjalan, diharapkan bisa memicu masuknya dana repatriasi hingga Rp 1.000 triliun ke Indonesia.
Dana ini dipastikan bakal membanjiri sektor keuangan maupun sektor riil, termasuk ke portofolio investasi dengan tujuan mendorong perekonomian nasional.Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia Ruston Tambunan menilai bahwa, tax amnesty sejatinya merupakan kebijakan yang mengampuni para pengemplang pajak. Lewat pengampunan pajak, data atau basis Wajib Pajak Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan semakin luas sehingga ke depan tidak ada yang bisa mangkir dari kewajibannya kepada negara.
Tax amnesty adalah pengampunan orang-orang yang tidak patuh bayar pajak, para penjahat pajak. Jadi ada yang mengatakan secara teori kebijakan ini tidak adil dilihat dari manapun karena selama ini yang bayar pajak orang yang patuh. Tapi dengantax amnesty, harapannya mereka jadi patuh,” ucap dia saat dihubungi[2].
Indonesia sebenarnya pernah melakukan kebijakan tax amnesty pada tahun 2008 yang dikenal dengan Sunset Policyakan tetapi mengalami kegagalan. Sehinggga berkaca pada pengalaman sebelumnya ada sebagian yang skeptis terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Bahwa tak dapat dipungkiri pula Tax Amnesty merupakan isu nasional dan internasional karena yang mendasari dari Tax Amanesty adalah dengandihapuskan pokok pajak, sanksi administrative, sanksi pidana pajak di masa lalu demi meningkatkan penerimaan yang dimasa yang akan datang karena tax amanesti memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk masuk atau kembali ke sistemadministrasi yang berdampak pada penerimaan pajak di masa yang akan datang akan meningkat serta para waji pajak dan memepertahankannya.
Disisi lain Tax Amnesty ini menimbulkan kecemburuan bagi para wajib pajak yang selama ini taat membayar pajak, tentu hal ini pun tidak bisa dipandang biasa oleh pemerintah dan menjadi bahan pertimbangan sehingga dapat terminimalisir side effect dari kebijakan ini.
Selain itu, keberhasilan pembangunan nasional sangat didukungoleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaanpembayaran pajak.Agar peran serta ini dapat terdistribusikan denganmerata tanpa ada pembeda, perlu diciptakan sistem perpajakan yang lebihberkeadilan dan berkepastian hukum.Hal ini didasarkan pada masihmaraknya aktivitas ekonomi di dalam negeri yang belum atau tidakdilaporkan kepada otoritas pajak.Aktivitas yang tidak dilaporkan tersebutmengusik rasa keadilan bagi para Wajib Pajak yang telah berkontribusiaktif dalam melaksanakan kewajiban perpajakan karena para pelakunyatidak berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan nasional.[3]
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian kebijakan pemerintah dalam hal Tax Amnesty (pengampuan pajak) dapat ditarik beberaparumusan masalah, di antaranya;
1. Bagaimana landasan hukum pelaksanaan kebijakan Tax Amnesty ?
2. Bagaimana sanksi hukum bagi wajib pajak yang telah masuk manajemen data dan informasi, tetapi tetapi tidak patuh terhadap kebijakan Tax Amnesty ?
C. ANALISA
1. Landasan Hukum Pelaksanaan Tax Amnesty
Sebuah konsep dan justifikasi dri Tax Amnesty Baer dan Le Borgne, sebagaimana dikutip dalam oleh Mikesell dan Ross, mendefiniskan tax amnesty sebagai “ a limited time for by the government to a specified group of taxpayer to pay a defined amount, in exchange forforgiveness of a tax liability (including interest and penalties), relating to a previous tax period(s), a well as freedom oflegal prosecution.[4]
Dari definisi diatas selain memberikan pengampunan untuk sanksi adminisratif, tax amnesty juga dimaksudkan untuk menghapuskan sanksi pidana perpajakan.Tax amnesty juga dapat diberikan pada pelaporan secara sukarela data kekayaan wajib pajak yang tidak dilaporkan dimasa sebelumnya tanpa membayar pajak yang mungkin belum dibayar sebelumnya. Dalam menetapkan perlu tidaknya tax amnesty, perlu dipertimbangkan apa yang menjadi justifikasi dari Tax Amnesty dan hingga batas mana Tax Amnesty dapat dijustifikasi Pada umumnya, pemberian Tax Amnesty bertujuan untukMeningkatkan Penerimaan Pajak Dalam Jangka PendekPermasalahan penerimaan pajak yang stagnan atau cenderung menurun seringkali menjadi alasan pembenar diberikannya Tax Amnesty.Hal ini berdampak pada keinginan pemerintah yang berkuasa untuk membuat kebijakan dengan tujuan untuk meberikan rasa keadilan dan kemamfataan.
Jika kita memaknai kembali teori keadilan Aristoteles yang menggambarkan hubungan keadilan dengan hukum, ia menjelaskan perlu diselidiki perbuatan-perbuatan mana keadilan itu berhubungan dan di tengahperbuatan-perbuatan mana keadilan itu berada. Keadilan adalah sikappikiran yang yang ingin bertindak adil, yang tidak adil adil orang yang melanggar undang-undang yang dengan tidak sepantasnya menghendaki lebih banyak keuntungan dari orang lain dan pada hakikatnya tidak mengingini asa sama rata, sama rasa. Sesuatu yang di tetapkan dengan undng-undang adalah adil sebab adil adalah apa yang mendatangkan kebahagiaan dalam masyrakat.[5]
a) Tax Amnesty diberikandengan harapan pajak yang dibayar oleh wajib pajak selama program Tax Amnestyakan meningkatkan penerimaan pajak. Meski demikian, peningkatan penerimaan pajak dari program Tax Amnesty ini mungkin saja hanya terjadi selama program Tax Amnesty dilaksanakan mengingat wajib pajak bisa saja kembali kepada perilaku ketidapatuhannya setelah programTax Amnestyberakhir. Dalam jangka panjang, pemberian Tax Amnesty tidak memberikan banyak pengaruh yang permanen terhadap penerimaan pajak jika tidak dilengkapi dengan program peningkatan kepatuhan dan pengawasan kewajiban perpajakan.
b) Meningkatkan kepatuhan pajak di masa yang akandatang. Permasalahan kepatuhan pajak merupakan salah satu penyebab pemberian Tax Amnesty. Para pendukung Tax Amnestyumumnya berpendapat bahwa kepatuhan sukarela akan meningkat setelah program Tax Amnestydilakukan.Hal ini didasari pada harapan bahwa setelah program Tax Amnesty dilakukan wajib pajak yang sebelumnya belum menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan akan masuk menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan. Dengan menjadi bagian dari sistem administrasi perpajakan, maka wajib pajak tersebut tidak akan bisa mengelak dan menghindar dari kewajiban perpajakannya.
c) Mendorong repatriasi modal atau asset
Kejujuran dalam pelaporan sukarela atas data harta kekayaansetelah program tax amnestymerupakan salah satu tujuan pemberian tax amnesty.Dalam konteks pelaporan data harta kekayaan tersebut, pemberian tax amnesty juga bertujuan untuk mengembalikan modal yang parkir di luar negeri tanpa perlu membayar pajak atas modal yang di parkir di luar negeri tersebut.Pemberian tax amnesty atas pengembalian modal yang di parkir di luar negeri ke bank di dalam negeri dipandang perlu karenaakan memudahkan otoritas pajak dalam meminta informasi tentang data kekayaan wajib pajak kepada bank di dalam negeri.
d) Transisi ke sistem perpajakan yang baru
Tax amnesty dapat dijustifikasi ketika Tax amnesty digunakan sebagai alat transisi menuju sistem perpajakan yang baru. Dalam konteks ini, Tax amnesty menjadi instrumen dalam rangka memfasilitasi reformasi perpajakan dan sebagai kompensasi atas penerimaan pajak yang berpotensi hilang dari transisi ke sistem perpajakan yang baru tersebut.
Walau demikian, keempat tujuan pemberian tax amnesty di atas tidak memperhatikan isu non-diskriminasi antara tax evaders’ dan honest taxpayers dalam menentukan perlu tidaknya pemberian tax amnesty. Secara khusus, permasalahan ini dapat dijabarkan menjadi apakah dishonest taxpayers atau tax evaders memperoleh perlakuan yang lebih baik daripada honest
Taxpayers, atau apakah dishonest taxpayers mendapatkan keuntungan dari perilakunya menggelapkan pajak.Jika jawaban atas pertanyaan tersebut bernada positif, maka pertanyaan selanjutnya adalah apakah keuntungan tersebut dapat dijustifikasi?
Untuk menentukan apakah terdapat perlakuan yang berbeda (diskriminasi) antara tax evaders’ dan honest taxpayers’, perlu diperhatikan seberapa besar insentif yang diberikan kepada tax evaders atas tindakan mereka melakukan pengungkapan secara sukarela (voluntary disclosure). Sepanjang tax amnesty hanya menghapus seluruh atau sebagian sanksi administrasi, dan tax evaders masih harus membayar kewajiban pajak dan bunga atas keterlambatan pembayaran, maka tax evaders mendapat perlakuan yang sama jika dibandingkan dengan honest taxpayers karena keduanya menanggung beban pajak yang sama atas kewajiban perpajakan mereka masing-masing.
Pengurangan sanksi merupakan bentuk pemberian tax amnesty atas pengungkapan yang dilakukan oleh tax evaders terkait penghasilan yang tidak dilaporkannya. Akan tetapi, jika tax amnesty juga menghapus bunga atas keterlambatan pembayaran dan bahkan juga kewajiban pajak, maka tax evaders telah mendapat perlakuan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan honest taxpayers.
Walau Tax Amnesty memberikan pembebasan atas bunga keterlambatan pembayaran dan kewajiban pajak dari tax evaders, perlakuan yang berbeda dan lebih menguntungkan ini juga perlu untuk dijustifikasi. Justifikasi atas perlakuan tersebut dapat dibingkai dalam konteks perubahan sistem pajak dengan meningkatkan kemungkinan terdeteksinya perilaku tax evaders dalam menyembunyikan penghasilan atau asetnya di masa yang akan datang. Di samping itu, hal ini dapat dilihat sebagai bantuan kepada tax evaders untuk kembali ke dalam sistem administrasi perpajakan.
Diskriminasi juga dapat dijustifikasi berdasarkan pertimbangan fiskal dan ekonomi. Dalam hal ini, Tax Amnesty terjustifikasi karena terlepas dari seberapa banyak tax evaders berpartisipasi dalam Tax Amnesty, Tax Amnesty memberikan perlakuan yang adil kepada semua wajib pajak di masa yang akan datang karena seluruh beban pajak akan dialokasikan sesuai dengan kemampuan ekonomi dari setiap wajib pajak.
Akan tetapi agar dapat memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaannya dengan Tidak dilakukan Pemeriksaan, bukti permulaan, penyidikan atas tahun pajak 2015 dan sebelumnya.
Yang sedang dalam proses Pemeriksaan, bukti permulaan, penyidikan atas kewajiban perpajakan sebelum 1 Januari 2016, prosesnya dihentikan. tindak pidana perpajakan ditiadakan.Data yang disampaikan dalam rangka pengampunan pajak tidak dapat digunakan unuk penuntutan pidana.
Landasan asas termuat dalam pasal[6] 2 ayat (1) pengampunan pajak didasarkan asas: a.kepastian hukum;,b.keadilan;,c.kemamfaatan;,d.kepentingan nasional.
Diharapkan dengan keeMpat landasan ini dapat memberikan kepastian hukum bagi para wajib pajak (WP) yang telah terdata dalam manajemen data dan informasi sebagai sasaran Tax Amnesty, serta dengan peningkatan pajak yang sesuai dengan apa yangtelah ditargetkan akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Penarikan penerimaan pajak melalui kebijaka Tax Amnesty ini efektif pada bulan Agustus 2016 sampai dengan Maret 2017. Pajak dikenakan 2 % sampai dengan 6 % penerimaan pajak daridalam negeri, dan 4 % sampai dengan 6 % dari luar negeri. Dengan rincian penerimanaa Dana dalam negeri adalah: 1 Juli – 30 September 2016 Tarif 2 %, 1 Oktober – 31 Desember 2016 Tarif 3%, 1 Januari – 31 Maret 2017 Tarif 5% dan dana luar negeri : 1 Juli – 30 September 2016 Tarif 4%, 1 Oktober – 31 Desember 2016 Tarif 6%, 1 Januari – 31 Maret 2017 Tarif 10%.
2. Penegakkan hukum bagi wajib pajak yang tdak patuh padakebijakan Tax Amnesty
Dalam Undang-Undang Tax Amnesty ini memberikan sanksi yang cukup memberatkan bagi wajib pajak yang tidak mengungkapakan hartakekayaannya secara benar dan transparan, yang dinyatakan daam Pasal 18[7] ayat (3) bahwa “ atas tambahan penghasilan sebagaimana di sebut ayat (1) dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pajak penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 % (dua ratus persen) dari pajak penghasilan yang tidak ataukurang dibayar”.
Segala persengketaan yang timbul akibat dari kebijakan perpajakan ini dapat dilakukan upaya hukum hanya melalui badan peradilan pajak sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 19 ayat (1) dan (2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyidikan, jenis sanksi dan pemberian sanksi, baik administrative dan/atau sanksi pidana diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara perpajakan.
D. KESIMPULAN
Hasil dari reformasi perpajakan dengan diberlakukannya Tax Amnesty, yang dituangkan dalam peraturan perundang undangan yakni undang –undang Nomor 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak,disertai tiga turunan peraturan pelaksananya.
Espektasi masyarakat terhadap Tax Amnesty diharapkan akan berbanding lurus dalam pelaksanaannya serta akan memberikan hasil yang maksimal dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah wajib pajak (WP) yang signifikan, pengungkapan dan pelaporan harta kekayaan para wajib pajak yaitu dengan pelaporan secara patuh dan sukarela peningkatan akan income Negara melalui pajak yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya.
Tax amnesty diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi wajib, terjaminnya kerahasian bagi parawajib pajak dengan pelaksanaan yang nondikriminatif.Wajib Pajak yang telah masuk daftar dalam manajemen data dan informasi tetapi patuh terhadap Tax Amnestyini dapat ditindak tegasbaik dari sisi administrative maupun sanksi pidana perpajakan.