WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 23 Mei 2015

LATAR BELAKANG LAHIRNYA UU TENTANG RUMAH SAKIT

Di Indonesia rumah sakit pertama kali di dirikan oleh VOC  pada tahu 1626 yang di utamakan untuk melayani anggota militer dan kelurganya namun juga memberikan pelayanan gratis bagi kaum pribumi yang membutuhkan pengobatan, hal tersebut mendorong lahirnya rumah sakit lain di Indonesiadi yang di dirikan oleh kelompok agama dan di ikuti oleh rumah sakit lainnya. Sejarah  berdirinya rumah sakit lebih pada misi kemanusiaan yaitu memberikan pelayanan pengobatan kepada masyarakat atau kita simpulkan berorientasi sosial (sosial oriented ), seiring  pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit baik itu di kelola oleh pemerintah maupun pihak swasta maka terjadi pergeseran nilai dimana dahulunya lebih berorientasi sosial menjadi orientasi bisnis. Dimana dalam pendirian dan operasinya sebuah rumah sakit harus mengeluarkan modal yang cukup besar. Hal itu tentu membuat  para pengelola berpikir bagaimana mengembalikan modal dan mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Tentu ini menimbulkan efek yang sangat memberatkan bagi masyarakat dengan tingkat ekonomi lemah, sehingga tidak semua lapisan masayarakata tercover oleh pelayanan kesehatan yag memadai. Sebagaimana yang tercantum dalam  UUD 1945 disana di amanatkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang, untuk mencapai semua itu tentu harus ada regulasi yang memuat mengenai pelayanan kesehatan, hal ini yang mendorong lahirnya UUNo.44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Selain itu rumah sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang mempunyai karakteristik  tersendiri dimana banyak dipengaruhi oleh berbagai disiplin  ilmu, tekhnologi dan sosial masyarakat. Rumah sakit merupakan pemberi jasa layanan kesehatan yang langsung bersentuhan dengan individu yang holistik mencakup bio, psiko, sosial. spritual sehingga sangat rentan sekali terjadi gesekan, kesalahapahaman, malpraktik, sehingga perlu ada aturan yang jelas mengenai hak dan kewajiban yang saling berhadapan. perauran yang mengatur tentang perumahsakitan selama ini di anggap  belum memberikan kepastian hukum baik bagi masyarakat sebagai pengguna maupun rumah sakit sebagai pihak pemberi jasa sehingga perlu adanya regulasi khusus yang mengatur tentang rumah sakit yang mengakomodir hal-hal tersebut sehingga lahirlah UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Namun lahirnya UU tentang rumah sakit juga menimbulkan reaksi beragam bagi para pelakunya salah satuya adalah dengan di ajukannya permohonan  judicial review oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Pusat mehammadiyah mengajukan Judicial Review  pasal beberapa pasal 7, pasal 25, pasal 62, pasal 63, pasal 64. Dimana sebelumnya dalam pasal 7 ayat (2)’’ Rumah Sakit dapat didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau swasta’’, ayat (4)’’Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan.
Ketentuan tersebut di nilai pemohon mempunyai hambatan  khususnya mengenai perizinan yang dibutuhkan, dimana ketika di ajukan permohonan ijin operasional tersebut ditolak oleh Kementrian Kesehatan dan badan hukum yang berkompeten, selain itu juga harus menanggung beban pidana penjara, denda, sanksi administratif sebagai pemilik dan menjadi halangan bagi keberlangsungan usaha rumah sakit.
Persidangan Mahkamah Konstitusi yang diketuai oleh Hamdan Zoelva mengabulkan permohonan sebagian menyatakan bahwa “pasal 7 ayat (4) UU Rumah Sakit bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak di maknai rumah sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak dibidang perumahsakitan, kecuali rumah sakit publik yang diselenggarakan oleh badan hukum bersifat nirlaba’’.
Dengan putusan itu tentu telah memberikan ruang bagi rumah sakit yang berbadan hukum yayasan untuk terus turut serta dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar