1.LATAR BELAKANG
Rumah Sakit merupakan salah satu organ yang bergerak melalui hubungan hukum dalam masyarakat yang diikuti oleh norma hukum dan norma etik masyarakat. Kedua norma tersebut berbeda baik dalam pembentukannya maupun dalam pelaksanannya, dan kedua norma tersebut tetap dipergunakan dan tetap diterapkan dalam Rumah Sakit untuk melayani kebutuhan pasien yang membutuhkan pertolongan kesehatan. Menurut Udang- Undang No. 44 tahun2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat1. Undang-Undang Rumah Sakit memberikan perlindungan hukum baik bagi masyarakat, tenaga kesehatan maupun pelaku usaha dan korporasinya. Sebagai badan hukum publik maka hakikatnya sebuah rumah sakit adalah penerapan hukum perdata, Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara, maka ruang lingkup tanggung jawabn juga meliputi tanggung jawab perdata, tanggung jawab pidana dan tanggung jawab Administrasi Negara2.
a. Tanggung Jawab Perdata
Hukum yang terjalin antara pasien maupun tenaga kerja yang berada di bawah tanggung jawab rumah sakit adalah lingkup hubungan perdata, hubungan yang dilahirkan adalah hubungan kontraktual teraupetik, di mana ppestasi dari perikatan ini bukan hasil (result verbintennis) tetapi upaya hasil (inspaning verbintennis). Perkara umumnya yang terjadi adalah perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Sebagaimana hubungan perdata lain, hubungan antara pasien dengan rumah sakit merupakan hubungan hak dan kewajiban yang saling berhadapan dan berimbang, masing-masing dibebankantanggung jawab hukum terhadap subyek hukum yang melanggar perikatan sebagaimanadi atur dalam pasal 1243 KUHPER atau secara khusus di atur dalam pasal 55 Undang-Undang kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit Pasal 44''.
b. Tanggung Jawab Pidana
Ketentuan pidana pada rumusan KUHP di atur mengenaiketentuan pidana yang dapat diberlakukan pula terhadap rumah sakit selaku pemberi layanan kesehatan (provider) jika melakukan perbuatan melanggar norma hukum pidana . ketentuan-ketentuan di maksud terletak dalam ketentuan KUHP Pasal 322 pasal ini terkait dengan kejahatan yang berhubungan dengan kedudukan hukum seseorang sebagai pemegang jabatan.
b. Tanggung Jawab Administrasi
Dalam ruang lingkup tanggung jawab administrasi Negara, hubungan hukum yangterjalin adalah antara pemerintah selaku subyek hukum pemegang kekuasaan dan rumah sakit selaku subyek hukum menjalankan perintah dari pemerintah.
Rumah Sakit merupakan salah satu organ yang bergerak melalui hubungan hukum dalam masyarakat yang diikuti oleh norma hukum dan norma etik masyarakat. Kedua norma tersebut berbeda baik dalam pembentukannya maupun dalam pelaksanannya, dan kedua norma tersebut tetap dipergunakan dan tetap diterapkan dalam Rumah Sakit untuk melayani kebutuhan pasien yang membutuhkan pertolongan kesehatan. Menurut Udang- Undang No. 44 tahun2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat1. Undang-Undang Rumah Sakit memberikan perlindungan hukum baik bagi masyarakat, tenaga kesehatan maupun pelaku usaha dan korporasinya. Sebagai badan hukum publik maka hakikatnya sebuah rumah sakit adalah penerapan hukum perdata, Hukum Pidana dan Hukum Administrasi Negara, maka ruang lingkup tanggung jawabn juga meliputi tanggung jawab perdata, tanggung jawab pidana dan tanggung jawab Administrasi Negara2.
a. Tanggung Jawab Perdata
Hukum yang terjalin antara pasien maupun tenaga kerja yang berada di bawah tanggung jawab rumah sakit adalah lingkup hubungan perdata, hubungan yang dilahirkan adalah hubungan kontraktual teraupetik, di mana ppestasi dari perikatan ini bukan hasil (result verbintennis) tetapi upaya hasil (inspaning verbintennis). Perkara umumnya yang terjadi adalah perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Sebagaimana hubungan perdata lain, hubungan antara pasien dengan rumah sakit merupakan hubungan hak dan kewajiban yang saling berhadapan dan berimbang, masing-masing dibebankantanggung jawab hukum terhadap subyek hukum yang melanggar perikatan sebagaimanadi atur dalam pasal 1243 KUHPER atau secara khusus di atur dalam pasal 55 Undang-Undang kesehatan dan Undang-Undang Rumah Sakit Pasal 44''.
b. Tanggung Jawab Pidana
Ketentuan pidana pada rumusan KUHP di atur mengenaiketentuan pidana yang dapat diberlakukan pula terhadap rumah sakit selaku pemberi layanan kesehatan (provider) jika melakukan perbuatan melanggar norma hukum pidana . ketentuan-ketentuan di maksud terletak dalam ketentuan KUHP Pasal 322 pasal ini terkait dengan kejahatan yang berhubungan dengan kedudukan hukum seseorang sebagai pemegang jabatan.
b. Tanggung Jawab Administrasi
Dalam ruang lingkup tanggung jawab administrasi Negara, hubungan hukum yangterjalin adalah antara pemerintah selaku subyek hukum pemegang kekuasaan dan rumah sakit selaku subyek hukum menjalankan perintah dari pemerintah.
2. TEORI KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB;
TANGGUNG JAWAB INDIVIDU DAN KELOMPOK
Dalam
tulisan Jimli asssidqie mengutif teori Hans kelsen :
‘’Pembedaan terminologi antara kewajiban hukum dan pertanggungjawaban hukum diperlukan ketika sanksi tidak atau tidak hanya dikenakan terhadap pelaku delik langsung (deliquent) tetapi juga terhadap individu yang secara hukum terkait dengannya. Hubungan tersebut ditentukan oleh aturan/tatanan hukum. Contohnya pertanggungjawaban korporasi terhadap suatu delik yang dilakukan oleh organnya. Suatu korporasi tidak memenuhi suatu perjanjian dan memberikan ganti rugi atas kerugian yang disebabkan olehnya. Atas dasar gugatan yang dilakukan pihak lain terhadap perjanjian tsb, suatu sanksi perdata dilaksanakan terhadap harta benda milik korporasi, yang merupakan harta kekayaan bersama dari para anggota korporasi tersebut. Dalam bahasa hukum, korporasi atau negara dipersonifikasikan; mereka adalah juristic person yang berlawanan dengan natural person. Dimana sebagai subjek pembawa kewajiban dan hak. Delik yang dilakukan oleh seorang individu-organ korporasi atau organ negara, maka sanksi ditujukan kepada korporasi atau terhadap semua subjek dari negara.
Tanggungjawab seseorang mencakup perbuatan individu-individu
yang lain. Hubungan hukum yang sama, yaitu antara delik dan sanksi, dinyatakan
dalam konsep kewajiban dan tanggungjawab. Namun kedua konsep tsb menunjuk
kepada dua hal yang berbeda dari hubungan sama. Dengan kata lain, norma hukum
yang sama digambarkan sebagai kewajiban (keharusan) maupun sebagai
tanggungjawab (pertanggungjawaban). Norma hukum mengandung arti kewajiban dalam
hubungan dengan orang yang berpotensi sebagai pelaku delik. Norma hukum ini
mengandung arti suatu tanggungjawab bagi yang berpotensi menjadi objek’’.
Karena itu dapat dibenarkan untuk membedakan antara
kewajiban dan tanggungjawab dalam kasus-kasus dimana sanksi tidak hanya
ditujukan kepada pelaku delik, tetapi juga terhadap individu-individu lain yang
mempunyai suatu hubungan yang ditentukan menurut hukum dengan pelaku delik4.
Pelaku delik adalah individu yang perbuatannya, karena
telah ditentukan tatanan/aturan hukum, merupakan kondisi pemberian sanksi
ditujukan terhadapnya atau terhadap individu lain yang mempunyai hubungan yang
ditetapkan oleh hukum dengan pelaku delik. Subjek dari kewajiban hukum, yang
diwajibkan menurut hukum adalah orang yang berkompeten untuk mematuhi atau
tidak mematuhi norma hukum, yakni orang dalam perbuatannya di dalam kualitas
deliknya merupakan kondisi pemberian sanksi. Tanggungjawab atas delik adalah
orang, atau orang-orang yang terhadapnya sanksi ditujukan, meskipun bukan
perbuatannya, melainkan hubungannya yang ditentukan menurut hukum dengan pelaku
delik, yang merupakan kondisi dari sanksi yang ditujukan kepada dia atau
mereka.
Biasanya, orang hanya bertanggungjawab terhadap
perbuatannya sendiri, terhadap delik yang dilakukan sendiri tetapi kasus-kasus
tertentu dimana seseorang menjadi bertanggungjawab terhadap perbuatan yang
merupakan kewajiban dari orang lain, bertanggung jawab terhadap delik yang
dilakukan oleh orang lain. Tanggung jawab dan kewajiban juga menunjuk kepada
delik itu, tetapi kewajiban selalu menunjuk kepada delik dari pelaku itu
sendiri, sedangkan tanggungjawab seseorang bisa menunjuk delik yang dilakukan
orang lain”.
Dalam ranah hukum perdata, tanggungjawab
terhadap kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh seseorang lain. Dengan
mengandaikan bahwa tiada sanksi yang ditujukan kepada orang yang menyebabkan
kerugian, maka deliknya tidak terpenuhinya kewajiban untuk mengganti kerugian
tetapi kewajiban ini pada orang yang dikenai sanksi.
Di sini orang yang bertanggung jawab terhadap sanksi
mampu menghindari sanksi melalui perbuatan yang semestinya, yakni dengan
memberikan ganti rugi atas kerugian yang disebabkan oleh seorang lain7.
Suatu sanksi bila
dikenakan terhadap individu-individu yang memiliki komunitas/masyrakat hukum
yang sama dengan individu yang melakukan delik
sebagai organ komunitas
tsb, maka disebut sebagai pertanggung jawaban kolektif.
Pertanggungjawaban
individual maupun kolektif dapat diberlakukan dengan mengingat fakta bahwa
tidak ada individu dalam masyarakat yang sepenuhnya independen.
Ketika sanksi tidak diterapkan kepada pelaku delik,
tetapi kepada individu yang memiliki hubungan hukum dengan pelaku delik, maka
pertanggungjawaban individu tersebut memiliki karakter pertanggungjawaban
absolut. Pertanggunganjawaban kolektif selalu merupakan pertanggungjawaban
absolute”.
3. KASUS
kasus malpraktik yang sudah mempunyai putusan tetap seperti yang dilansir oleh Detik News : “Jumat 21 Jun 2013, 12:44 WIB-Jakarta. Upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) keluarga pasien yang menggugat Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) dikabulkan Mahkamah Agung (MA). Alhasil, RSPI harus membayar ganti rugi yang dialami keluarga pasien Sita Dewi Darmoko sebesar Rp 2 miliar akibat salah diagnosa tumor.
Putusan MA itu diketok pada 2 Februari 2012 namun baru saja. diumumkan kepada publik lewat website MA. Seperti detikcom kutip dari website MA, Jumat (21\/6\/2013) dalam putusan PK Nomor 515 PK\/Pdt\/2011, kasus bermula saat Sita Dewi melakukan operasi Tumor Ovarium di RSPI pada 12 Februari 2005. Tim dokter yang melakukan operasi itu dipimpin Prof DR Ichramsyah A Rachman dengan anggota Dr Hermansyur Kertowisatro dan Prof Dr I Made Nazar.
Dari operasi itu, berdasarkan hasil uji Pathology Anatomi (PA) dinyatakan tumor yang menjangkit di tubuh Sita dinyatakan tidak ganas. Setelah tumor itu diangkat, sampelnya dikirim untuk dites lagi. Hasilnya, pada 16 Februari 2005, PA justru menunjukkan fakta yang sebaliknya. Tumor yang ada di ovarium Sita ternyata ganas. Namun PA ini tidak pernah dikabarkan ke Sita maupun keluarganya. Tepat setahun kemudian atau pada pada 16 Februari 2006, Sita mengeluhkan adanya benjolan di sekitar perutnya. Lantas dilakukanlah CT Scan dan hasilnya Sita mengalami kanker liver stadium 4. Hal ini membuat kekecewaan yang sangat mendalam terhadap keluarga pasien karena awalnya dinyatakan bukan tumor ganas.Lantas keluarga memindahkan Sita ke RS Medistra. Namun sayang, tidak berapa lama nyawa Sita tak tertolong. Atas kesalahan diagnosa ini, keluarga pasien yang diwakili oleh anak Sita yaitu Pitra Azmirla dan Damitra Almira mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Pitra dan Damitra menggugat RSPI beserta para dokter yang menangani ibunya tersebut. Dalam gugatannya, RSPI dkk diminta mengganti rugi kerugian materiil sebesar Rp 172,7 juta dan kerugian immaterial sebesar Rp 20 miliar.
“Almarhum mengalami proses pengobatan yang panjang dan melelahkan,sementara kelalaian penyampaian PA mengakibaktakn almarhum semakin menderita,” papar Pitra dan Damitra dalam berkas gugatan itu.
Kerugian immaterial juga disebabkan kehilangan ibu yang juga kepala rumah tangga. Menjelang akhir hayat sampai berpulangnya almarhum, janji dan tanggug jawab Para Tergugat tidak pernah terealisir.
“Bahkan para Tergugat mencari-cari alasan dan terus melempar tanggung jawab kepada para dokter yang menangani almarhum,” papar penggugat. Atas gugatan ini, RSPI dkk menolak dengan tegas adanya kelalaian itu. “Para Penggugat telah menuduh; Tergugat I kurang tanggap quod non<\/em> berdasarkan hal-hal yang hanya merupakan suatu asumsi saja tanpa didukung bukti-bukti yang valid dan sah,” demikian salah satu eksepsi pihak rumah sakit dalam halaman 10.
Atas gugatan ini, PN Jaksel pada 30 Agustus 2007 memutuskan RSPI dkk telah melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh sebab itu RSPI dkk harus membayar ganti rugi baik materil maupun immaterial sebesar Rp 2 miliar.
Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 27 November 2008 dalam putusan bernomor 218\/PDT\/2008\/PT.DKI. Dalam vonis banding itu, Tergugat III yaitu Prof Dr I Made Nazar dibebaskan dari hukuman.
4. APLIKASI TEORI
hukum dapat dibebani tanggun jawab perdata dalam hal rumah sakit melakukanpelanggaranhukum yang menyebabkan pasien menderita kerugian, dapat dasarkan pada jenis-jenis pertanggung jawaban seperti :
a. Personal liability
b. Strict liability
c. Vicarious Liability
d. Responded Liability
e. Corporate Liability
Sehingga menurut teori Kelsen “Biasanya, orang hanya bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri, terhadap delik yang dilakukan sendiri tetapi kasus-kasus tertentu dimana seseorang menjadi bertanggungjawab terhadap perbuatan yang merupakan kewajiban dari orang lain, bertanggung jawab terhadap delik yang dilakukan oleh orang lain. Tanggung jawab dan kewajiban juga menunjuk kepada delik itu, tetapi kewajiban selalu menunjuk kepada delik dari pelaku itu sendiri, sedangkan tanggungjawab seseorang bisa menunjuk delik yang dilakukan orang lain. Dalam ranah hukum perdata, tanggung jawabterhadap kerusakan atau kerugian yang disebabkan oleh seseorang lain.
Berdasar pada teori kelsen dn sejalan dengan KUHPER serta Undang-Undang kesehatan dan Undang-Undang Rumah sakit, pada putusan Peninjauan Kembali yang di kenakan sanksi ganti rugi adalah RSPI dan para tenaga dokter yang terlibat dalam kasus tersebut.
6. PENUTUP
Suatu konsep
yang terkait dengan konsep kewajiban adalah konsep tanggung jawab hukum (liability), seseorang bertanggung jawab
secara hukum atas perbuatan tertentu bahwa ia dapat dikenakan sanksi dalam
kasus perbuatan yang bertentangan/ Berlawanan hukum, sanksi di kenakan
deliquet, karena perbuatannya sendiri yng membuat orang tersebut bertanggung
jawab. Konsep tentang
pertanggung jawaban hukum tidak hanya dikenakan terhadap pelaku delik langsung
(deliquet) tetapi juga terhadap individu yang secara hukum terkait dengannya.
Suatu sanksi bila dikenakan terhadap individu-individu yang memiliki Komunitas/masyarakat hukum yang sama dengan individu yang melakukan delik
sebagai organ komunitas tersebut, maka disebut sebagai tanggung jawab kolektif.
DAFTAR PUSTAKA
Hans Kelsen, 2012, Pengantar Teori Hukum,
Cetakan VIII, bandung, terjemahan Siwi Purwandari
M. Jimly assiddiqie Ali Saf’at , 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan Pertama, Jakarta. @Kontitusi Press.
M. Jimly assiddiqie Ali Saf’at , 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan Pertama, Jakarta. @Kontitusi Press.
Machli Riyadi, SH. MH., 2015, Hukum Kesehatan
Kontemporer, Bandung, Akademia
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang- Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
Nomor
36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
http://news.detik.com/berita/2280084/gara-gara-malpraktik-rs-pondok-indah-dihukum-rp-2-miliar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar